1. Pemeliharaan.
Pemeliharaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kondisi agar dapat beroperasi dengan baik, dengan pemeliharaan yang baik dapat diharapkan peralatan akan bertambah usia pakai peralatan tersebut.
Adapun tujuan pemeliharaan adalah sebagai berikut :
• Menjamin peralatan siap pakai dalam kondisi standar.
• Menjamin keselamatan pekerja.
• Memperpanjang umur peralatan.
• Mencegah kerusakan saat beroperasi.
• Mencegah biaya perbaikan yang tinggi.
Dan ada beberapa jenis pemeliharaan yang dilakukan :
1.1 Pemeliharaan terencana (Planned maintenance)
Pemeliharaan yang terencana adalah kegiatan yang terorganisir dan dilaksanakan berdasarkan orientasi kepada masa yang akan datang, dengan pengendalian dan dokumentasi yang mengacu pada rencana yang telah disusun sebelumnya :
A. Pemeliharaan pencegahan. (Preventive maintenance)
B. Pemeliharaan antisipasi/Perkiraan (Predikrive maintenance)
C. Pemeliharaan Kuratif/Perbaikan(Corective Maintenance)
1.1.1 pemeliharaan pencegahan(preventive Maintenance)
kegiatan yang dilaksanakan secara periodik oleh pekerja berdasarkan jam kerja adalah
• dengan melakukan pembersihan mesin perkakas dan peralatan yang digunakan, yang mana dilakukan setiap pagi akan dimulainya pekerjaan.
• Setiap jum’at dilakukan pembersihan keseluruhan di workshop.
1.1.2 Pemeliharaan antisipasi/perkiraan (Prediktive Maintenance)
Pemeliharaan ini dilakukan untuk mengatisipasi berdasarkan kondisi operasi mesin tersebut. Untuk mengetahui kodisi mesin secara rutin, maka diperlukan sistem monitoring yang memadai, dengan memonitor sistem secara rutin maka diketahui kondisi setiap saat. Hal ini berfungsi untuk mendeteksi lebih dini kemungkinan adanya kerurakan yang bakan terjadi.
Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan antisipasi adalah :
a. Monitoring : mencatat data-data operasi selama peralatan beroperasi, kemudian digunakan untuk memprediksi kemungkinan adanya kerusakan.
b. Inspaksi : pekerjaan memeriksa yang dilakukan dengan tujuan mengetahui kerusakan lebih dini.
1.1.3 Pemeliharaan kuratif/ Perbaikan (Corective Maintenance)
Pemeliharaan yang bersifat perbaikan yang mana ini jarang dilakukan terlaksananya pemeliharaan pencegahan.
Aspek yang meliputi perbaikan adalah :
• Pekerjaan darurat.
• Pekerjaan reparasi minor
• Pekerjaan yang dilakukan karena ditemukan kerusakan pada saat inspeksi.
• Overhaol terencana.
1.2 Pemeliharaan tak terencana (Unplaned Maintenanne).
Pemeliharaan tak terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan tanpa mengacu pada suatu rencana sebelimnya atau karena adanya kerusakan yang tak diduga sebelumnya, dan dikenal sebagai pemeliharaan darurat ( Brake Down Maintenance).
Selasa, 15 Maret 2011
Senin, 14 Maret 2011
SIFAT-SIFAT MEKANIS BAHAN
Sifat- sifat mekanik bahan.
Nilai tegang diperoleh dari uji tarik adalah batas proposional, batas elastistas, tegangan mulur, tegangan maksimum dan tegangan patah. Sebagai tambahan modulus elastisitas, persan tambahan, dan persan pengurangan luas penampang spesiment uji juga diperoleh. Nilai- nilai ini mendifisikan sifat-sifat mekanis yang sangat bergunakan dalam penerapan kekuatan bahan.
1. Kekakuan (Stiffness) adalah sifat bahan yang mampu regang pada tegangan tinggi tampa diikuti regangan yang besar. Ini merupakan ketahan terhadap deformasi.
2. Kekuatan (strength) adalah sifat bahan yang ditentukanoleh tegangan yang paling besarmeterial mampu renggang sebelum rusak (failture).
3. Elastisitas (Elasticity) Adalah sifat material yang dapat kembali ke dimensi awal setelah beban dihilangkan.
4. Keuletan ( ductility) adalah sifat bahan mampu deformasi terhadap baban tarik sebelumbenar-benar patah (ruptur).
5. Kegetasan (brittleness) adalah menunjukkan tidak adanya deformasi plastis sebelum rusak.
6. Kelunakan (Malleability) adalah sifat bahan yang mengalami deformasi plastis terhadap beban tekan yang bekarja sebelum benar patah.
7. Ketangguhan ( Toughness) sifat bahan yang mampu menahan beban impak tinggi atau beban kejut.
8. Kelenturan ( resilience) adalah sifat material yang mampu menerima beban impak tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih tinggi pada batas elastisitas.
Nilai tegang diperoleh dari uji tarik adalah batas proposional, batas elastistas, tegangan mulur, tegangan maksimum dan tegangan patah. Sebagai tambahan modulus elastisitas, persan tambahan, dan persan pengurangan luas penampang spesiment uji juga diperoleh. Nilai- nilai ini mendifisikan sifat-sifat mekanis yang sangat bergunakan dalam penerapan kekuatan bahan.
1. Kekakuan (Stiffness) adalah sifat bahan yang mampu regang pada tegangan tinggi tampa diikuti regangan yang besar. Ini merupakan ketahan terhadap deformasi.
2. Kekuatan (strength) adalah sifat bahan yang ditentukanoleh tegangan yang paling besarmeterial mampu renggang sebelum rusak (failture).
3. Elastisitas (Elasticity) Adalah sifat material yang dapat kembali ke dimensi awal setelah beban dihilangkan.
4. Keuletan ( ductility) adalah sifat bahan mampu deformasi terhadap baban tarik sebelumbenar-benar patah (ruptur).
5. Kegetasan (brittleness) adalah menunjukkan tidak adanya deformasi plastis sebelum rusak.
6. Kelunakan (Malleability) adalah sifat bahan yang mengalami deformasi plastis terhadap beban tekan yang bekarja sebelum benar patah.
7. Ketangguhan ( Toughness) sifat bahan yang mampu menahan beban impak tinggi atau beban kejut.
8. Kelenturan ( resilience) adalah sifat material yang mampu menerima beban impak tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih tinggi pada batas elastisitas.
upaya optimasi mesin bubut
optimasi merupakan hal yang penting untuk memaksimalkan setiap proses permesinan. oleh karena itu ada hal-hal yang harus diperhatikan untuk setiap proses permesinan, dan pada pada proses pembubutan kita harus mengetahui parameter yang mempengaruhi hasil pembubutan untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Dan parameter yang perlu diperhatika adalah :
3.6.1 Kecepatan potong (Cutting Speed)
Kecepatan potong biasanya dinyatakan dalam isitilah m/menit, yaitu kecepatan dimana pahat melintasi benda kerja untuk mendapatkan hasil yang paling baik pada kecepatan yang sesuai.
Kecepatan potong dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1) kekerasan dari bahan yang akan dipotong, dan
2) jenis alat potong yang digunakan.
Kecepatan potong harus disesuaikan dengan kecepatan putaran spindel mesin bubut. Untuk keperluan ini digunakan persamaan sebagaiberikut:
Vc = p.Do.n/1000 (m/menit)
Dimana: Vc = Kecepatan Potong (m/menit)
D0 = Diameter benda kerja (mm)
n = Putaran spindel (rpm)
p= 3.14
3.6.2 Asutan (Feed)
Asutan(Feed) adalah pergerakan titik sayat alat potong per satu putaran benda kerja. Dalam pembubutan, feed dinyatakan dalam mm/putaran. erak pemakanan
ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda kerja, material pahat, bentuk pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan. Gerak pemakanan biasanya ditentukan dalam hubungannya dengan kedalaman potong a. Gerak pemakanan tersebut berharga sekitar 1/3 sampai 1/20 a, atau sesuai dengan kehalusan permukaan yang dikehendaki.
Semakin besar gerak pemakanan pahat maka lebih tebal beram yang terbentuk. Penampang beram adalah penampang yang dihasilkan setelah satu putaran benda kerja, pada setiap pemutaran terkelupas sebuah cincin. Semakin besar penampang beram maka semakin kasar permukaan benda kerja. Luas penampang beram adalah hasil perkalian antara gerak pemakanan (f) dan kedalaman potong (a).
A = f . a ……. (mm2 ). (George Love, 1986 : 182)
Gerak pemakanan ini juga digunakan untuk menghitung kecepatan gerak pemakanan. Kecepatan gerak pemakanan ini dihitung dengan tujuan mengetahui waktu yang dibutuhkan pahat untuk bergeser menyayat benda kerja tiap putaran per menit, dengan diketahuinya kecepatan gerak pemakanan ini waktu produksi bisa direncanakan. Rumus kecepatan gerak pemakanan sebagai berikut :
Dimana :
V = Kecepatan gerak pemakanan
f = gerak pemakanan
n = putaranbenda kerja (rad/min)
V = f . n
Gerak pemakanan ini biasanya disediakan dalam daftar spesifikasi yang dicantumkan pada mesin bubut bersangkutan. Untuk memperoleh gerak pemakanan yang kita inginkan kita bisa mengatur tuas pengatur gerak pemakanan yang ada pada mesin bubut.
3.6.3 Kedalaman Pemotongan (Depth of Cut)
Kedalaman pemotongan adalah dalamnya masuk alat potong menuju sumbu sumbu benda. Dalam proses pembubutan depth of cut dapat diukur dengan menggunakan persamaan:
t = Do - df/2
Kedalaman pemotongan diukur tegak lurus terhadap sumbu benda kerja.
3.6.4 Waktu pemesinan (Machining Time)
Waktu pemesinan adalah banyaknya waktu nyata yang dibutuhkan untuk mengerjakan (membentuk atau memotong) suatu benda kerja. Waktu pemesina dihitung dengan menggunakan persamaan:
Tm = L . I / n.s
Dimana : L = panjang total yang akan dibubut
I = jumlah pemotongan
n = rpm
s = Total Feed (mm/put.)
Dan berdasarkan pengalaman selama PKL di peroleh data bahwa pendingin mempunyai peranan untuk proses permesinan. karena saat pemotongan benda kerja akan terjadi gesekan dan akan menyebabkan panas apabila ini tidak di atasi akan terjadi pendinginan mendadak dan menyebabkan terjadinya kekerasan permukaan benda kerja dan akan menyebabkan pahat cepat tumpul, selain itu pendingin juga berfungsi membersihkan bram pada pahat dan benda kerja sehingga permukaan benda kerja akan lebih halus.
Dan ada beberapa jenis pendingin yang sering di gunakan diantaranya :
1. Straight oils (minyak murni)
Minyak murni (straight oils) adalah minyak yang tidak dapat diemulsikan dan digunakan pada proses pemesinan dalam bentuk sudah diencerkan. Minyak ini terdiri dari bahan minyak mineral dasar atau minyak bumi, dan kadang mengandung pelumas yang lain seperti lemak, minyak tumbuhan, dan ester. Selain itu bisa juga ditambahkan aditif tekanan tinggi seperti chlorine, sulphur, dan phosporus. Minyak murni ini berasal salah satu atau kombinasi dari minyak bumi (naphthenic, paraffinic), minyak binatang, minyak ikan atau minyak nabati. Viskositasnya dapat bermacam-macam dari yang encer sampai yang kental tergantung dari pemakaian. Pencampuran antara minyak bumi dengan minyak hewani atau nabati menaikkan daya pembasahan (wetting action) sehingga memperbaiki daya lumas. Penambahan unsur lain seperti chlorine, sulphur, atau phosporu (EP additives) menaikkan daya lumas pada temperatur dan tekanan tinggi. Minyak murni menghasilkan pelumasan terbaik, akan tetapi sifat pendinginannya paling jelek di antara cairan pendingin yang lain.
2. Soluble oils
Soluble oil akan membentuk emulsi ketika dicampur dengan air. Konsentrat mengandung minyak mineral dasar dan pengemulsi untuk menstabilkan emulsi. Minyak ini digunakan dalam bentuk sudah diencerkan (biasanya konsentrasinya = 3 sampai 10%) dan unjuk kerja pelumasan dan penghantaran panasnya bagus. Minyak ini digunakan luas oleh industri pemesinan dan harganya lebih murah di antara cairan pendingin yang lain.
3. Synthetic fluids (cairan sintetis).
Minyak sintetik (synthetic fluids) tidak mengandung minyak bumi atau minyak mineral dan sebagai gantinya dibuat dari campuran organik dan anorganik alkaline bersama-sama dengan bahan penambah (additive) untuk penangkal korosi. Minyak ini biasanya digunakan dalam bentuk sudah diencerkan (biasanya dengan rasio 3 sampai 10%). Minyak sintetik menghasilkan unjuk kerja pendinginan terbaik di antara semua cairan pendingin. Cairan ini merupakan larutan murni (true solutions) atau larutan permukaan aktif (surface active). Pada larutan murni, unsur yang dilarutkan terbesar di antara molekul air dan tegangan permukaan (surface tension) hampir tidak berubah. Larutan murni ini tidak bersifat melumasi dan biasanya dipakai untuk sifat penyerapan panas yang tinggi dan melindungi terhadap korosi. Sementara itu dengan penambahan unsur lain yang mampu membentuk kumpulan molekul akan mengurangi tegangan permukaan menjadi jenis cairan permukaan aktif sehingga mudah membasahi dan daya lumasnya baik.
4. Semisynthetic fluids (cairan semi sintetis)
Cairan semi sintetik (semi-synthetic fluids) adalah kombinasi antara minyak sintetik (A) dan soluble oil (B) dan memiliki karakteristik kedua minyak pembentuknya. Harga dan unjuk kerja penghantaran panasnya terletak antara dua buah cairan pembentuknya tersebut. Jenis cairan ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Kandungan minyaknya lebih sedikit (10% sampai 45% tipe B)
b. Kandungan pengemulsinya (molekul penurun tegangan permukaan) lebih banyak dari tipe A Partikel minyaknya lebih kecil dan lebih tersebar. Dapat berupa jenis dengan minyak yang sangat jenuh (“super-fatted”) atau jenis EP (Extreme Pressure). (Windarto, 2008 :300)
Pada saat proses pembubutan terjadi gesekan antara benda kerja dengan ujung pahat yang menimbulkan panas. Gesekan dan panas tersebut dapat menyebabkan beram menempel pada ujung mata pahat, sehingga ujung mata pahat akan rusak. Kekasaran permukaan benda yang dihasilkan akan tinggi dan ukuran kekasarannya tidak tepat. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan media pendingin pada saat proses pembubutan, karena media pendingin dapat berperan sebagai pelumas dan penyerap panas (Arief Darmawan, 1989/1990 : 6).
Langganan:
Postingan (Atom)