Senin, 14 Maret 2011

upaya optimasi mesin bubut




optimasi merupakan hal yang penting untuk memaksimalkan setiap proses permesinan. oleh karena itu ada hal-hal yang harus diperhatikan untuk setiap proses permesinan, dan pada pada proses pembubutan kita harus mengetahui parameter yang mempengaruhi hasil pembubutan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Dan parameter yang perlu diperhatika adalah :


3.6.1 Kecepatan potong (Cutting Speed)

Kecepatan potong biasanya dinyatakan dalam isitilah m/menit, yaitu kecepatan dimana pahat melintasi benda kerja untuk mendapatkan hasil yang paling baik pada kecepatan yang sesuai.

Kecepatan potong dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

1) kekerasan dari bahan yang akan dipotong, dan
2) jenis alat potong yang digunakan.

Kecepatan potong harus disesuaikan dengan kecepatan putaran spindel mesin bubut. Untuk keperluan ini digunakan persamaan sebagaiberikut:

Vc = p.Do.n/1000 (m/menit)

Dimana: Vc = Kecepatan Potong (m/menit)
D0 = Diameter benda kerja (mm)
n = Putaran spindel (rpm)
p= 3.14


3.6.2 Asutan (Feed)

Asutan(Feed) adalah pergerakan titik sayat alat potong per satu putaran benda kerja. Dalam pembubutan, feed dinyatakan dalam mm/putaran. erak pemakanan
ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda kerja, material pahat, bentuk pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan. Gerak pemakanan biasanya ditentukan dalam hubungannya dengan kedalaman potong a. Gerak pemakanan tersebut berharga sekitar 1/3 sampai 1/20 a, atau sesuai dengan kehalusan permukaan yang dikehendaki.


Semakin besar gerak pemakanan pahat maka lebih tebal beram yang terbentuk. Penampang beram adalah penampang yang dihasilkan setelah satu putaran benda kerja, pada setiap pemutaran terkelupas sebuah cincin. Semakin besar penampang beram maka semakin kasar permukaan benda kerja. Luas penampang beram adalah hasil perkalian antara gerak pemakanan (f) dan kedalaman potong (a).

A = f . a ……. (mm2 ). (George Love, 1986 : 182)


Gerak pemakanan ini juga digunakan untuk menghitung kecepatan gerak pemakanan. Kecepatan gerak pemakanan ini dihitung dengan tujuan mengetahui waktu yang dibutuhkan pahat untuk bergeser menyayat benda kerja tiap putaran per menit, dengan diketahuinya kecepatan gerak pemakanan ini waktu produksi bisa direncanakan. Rumus kecepatan gerak pemakanan sebagai berikut :

Dimana :

V = Kecepatan gerak pemakanan
f = gerak pemakanan
n = putaranbenda kerja (rad/min)
V = f . n

Gerak pemakanan ini biasanya disediakan dalam daftar spesifikasi yang dicantumkan pada mesin bubut bersangkutan. Untuk memperoleh gerak pemakanan yang kita inginkan kita bisa mengatur tuas pengatur gerak pemakanan yang ada pada mesin bubut.


3.6.3 Kedalaman Pemotongan (Depth of Cut)

Kedalaman pemotongan adalah dalamnya masuk alat potong menuju sumbu sumbu benda. Dalam proses pembubutan depth of cut dapat diukur dengan menggunakan persamaan:

t = Do - df/2

Kedalaman pemotongan diukur tegak lurus terhadap sumbu benda kerja.

3.6.4 Waktu pemesinan (Machining Time)

Waktu pemesinan adalah banyaknya waktu nyata yang dibutuhkan untuk mengerjakan (membentuk atau memotong) suatu benda kerja. Waktu pemesina dihitung dengan menggunakan persamaan:

Tm = L . I / n.s

Dimana : L = panjang total yang akan dibubut
I = jumlah pemotongan
n = rpm
s = Total Feed (mm/put.)

Dan berdasarkan pengalaman selama PKL di peroleh data bahwa pendingin mempunyai peranan untuk proses permesinan. karena saat pemotongan benda kerja akan terjadi gesekan dan akan menyebabkan panas apabila ini tidak di atasi akan terjadi pendinginan mendadak dan menyebabkan terjadinya kekerasan permukaan benda kerja dan akan menyebabkan pahat cepat tumpul, selain itu pendingin juga berfungsi membersihkan bram pada pahat dan benda kerja sehingga permukaan benda kerja akan lebih halus.
Dan ada beberapa jenis pendingin yang sering di gunakan diantaranya :

1. Straight oils (minyak murni)

Minyak murni (straight oils) adalah minyak yang tidak dapat diemulsikan dan digunakan pada proses pemesinan dalam bentuk sudah diencerkan. Minyak ini terdiri dari bahan minyak mineral dasar atau minyak bumi, dan kadang mengandung pelumas yang lain seperti lemak, minyak tumbuhan, dan ester. Selain itu bisa juga ditambahkan aditif tekanan tinggi seperti chlorine, sulphur, dan phosporus. Minyak murni ini berasal salah satu atau kombinasi dari minyak bumi (naphthenic, paraffinic), minyak binatang, minyak ikan atau minyak nabati. Viskositasnya dapat bermacam-macam dari yang encer sampai yang kental tergantung dari pemakaian. Pencampuran antara minyak bumi dengan minyak hewani atau nabati menaikkan daya pembasahan (wetting action) sehingga memperbaiki daya lumas. Penambahan unsur lain seperti chlorine, sulphur, atau phosporu (EP additives) menaikkan daya lumas pada temperatur dan tekanan tinggi. Minyak murni menghasilkan pelumasan terbaik, akan tetapi sifat pendinginannya paling jelek di antara cairan pendingin yang lain.

2. Soluble oils

Soluble oil akan membentuk emulsi ketika dicampur dengan air. Konsentrat mengandung minyak mineral dasar dan pengemulsi untuk menstabilkan emulsi. Minyak ini digunakan dalam bentuk sudah diencerkan (biasanya konsentrasinya = 3 sampai 10%) dan unjuk kerja pelumasan dan penghantaran panasnya bagus. Minyak ini digunakan luas oleh industri pemesinan dan harganya lebih murah di antara cairan pendingin yang lain.

3. Synthetic fluids (cairan sintetis).

Minyak sintetik (synthetic fluids) tidak mengandung minyak bumi atau minyak mineral dan sebagai gantinya dibuat dari campuran organik dan anorganik alkaline bersama-sama dengan bahan penambah (additive) untuk penangkal korosi. Minyak ini biasanya digunakan dalam bentuk sudah diencerkan (biasanya dengan rasio 3 sampai 10%). Minyak sintetik menghasilkan unjuk kerja pendinginan terbaik di antara semua cairan pendingin. Cairan ini merupakan larutan murni (true solutions) atau larutan permukaan aktif (surface active). Pada larutan murni, unsur yang dilarutkan terbesar di antara molekul air dan tegangan permukaan (surface tension) hampir tidak berubah. Larutan murni ini tidak bersifat melumasi dan biasanya dipakai untuk sifat penyerapan panas yang tinggi dan melindungi terhadap korosi. Sementara itu dengan penambahan unsur lain yang mampu membentuk kumpulan molekul akan mengurangi tegangan permukaan menjadi jenis cairan permukaan aktif sehingga mudah membasahi dan daya lumasnya baik.


4. Semisynthetic fluids (cairan semi sintetis)

Cairan semi sintetik (semi-synthetic fluids) adalah kombinasi antara minyak sintetik (A) dan soluble oil (B) dan memiliki karakteristik kedua minyak pembentuknya. Harga dan unjuk kerja penghantaran panasnya terletak antara dua buah cairan pembentuknya tersebut. Jenis cairan ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :

a. Kandungan minyaknya lebih sedikit (10% sampai 45% tipe B)
b. Kandungan pengemulsinya (molekul penurun tegangan permukaan) lebih banyak dari tipe A Partikel minyaknya lebih kecil dan lebih tersebar. Dapat berupa jenis dengan minyak yang sangat jenuh (“super-fatted”) atau jenis EP (Extreme Pressure). (Windarto, 2008 :300)

Pada saat proses pembubutan terjadi gesekan antara benda kerja dengan ujung pahat yang menimbulkan panas. Gesekan dan panas tersebut dapat menyebabkan beram menempel pada ujung mata pahat, sehingga ujung mata pahat akan rusak. Kekasaran permukaan benda yang dihasilkan akan tinggi dan ukuran kekasarannya tidak tepat. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan media pendingin pada saat proses pembubutan, karena media pendingin dapat berperan sebagai pelumas dan penyerap panas (Arief Darmawan, 1989/1990 : 6).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar